RUMPI 1 - Alhafan
Titik Balik Ramadhan
Dalam kebisuan malam bulan Ramadhan tiba, di sebuah desa kecil yang terpencil. Cahaya rembulan membelai jendela-jendela, menyinari sepi tanah berdebu. Namun, bagi penduduk desa itu, Ramadhan bukanlah sekadar bulan suci yang berlalu begitu saja. Ramadhan adalah titik balik, harapan, dan kekuatan yang selalu membawa keajaiban.
Di antara mereka, terdapat seorang pemuda bernama Ali. Ali, dengan senyum tulus dan mata yang selalu penuh semangat, adalah sosok yang dikenal oleh seluruh desa. Namun, tahun ini, Ramadhan memberikan ujian yang berat baginya. Ayahnya, Pak Mamat, terserang penyakit yang menggerogoti kekuatannya. Meskipun begitu, Ali tidak pernah menyerah. Setiap pagi, sebelum mentari menyapa, ia selalu membantu Ibunya, Bu Fatimah, menyiapkan sajian untuk sahur. Meski kelelahan mulai terasa, Ali tetap tegar. Baginya, Ramadhan bukanlah halangan untuk berbuat kebaikan.
Saat matahari mulai bersinar ke barat, desa itu dibangkitkan oleh semangat kebersamaan. Setiap sore, warga desa berkumpul di masjid tua yang berdiri megah di tengah desa. Di situlah mereka bersama-sama menghadiri pengajian, berbagi cerita, dan menyemangati satu sama lain. Ramadhan telah membawa kehangatan yang sulit dijelaskan dengan kata-kata.
Namun, di tengah semangat kebersamaan itu, ada seorang wanita muda yang selalu menyendiri. Namanya Siti, seorang perantau yang baru saja kembali ke desa setelah belasan tahun meninggalkannya. Penampilannya yang anggun dan senyumnya yang samar tak mampu menyembunyikan kesedihan yang terpatri di matanya. Warga desa penasaran dengan kisah di balik kedatangannya, namun Siti tetap merahasiakannya.
Hingga suatu malam, ketika rembulan bersinar terang, Siti tiba-tiba menghadap imam masjid. Dengan suara yang lembut namun menggetarkan, ia meminta izin untuk berbicara di hadapan seluruh warga desa. Diam pun menyelimuti malam itu, hanya gemerisik dedaunan yang terdengar di antara jeda keheningan.
"Lima belas tahun yang lalu, saya pergi meninggalkan desa ini dalam kehampaan dan kekecewaan. saya merasa dunia ini tak adil, tak berbelas kasihan. Namun, Ramadhan mengajarkan saya sesuatu yang selalu saya ingat hingga hari ini," ujar Siti dengan mata yang penuh air mata namun penuh kekuatan.
"Saya menyaksikan bagaimana setiap kalian di desa ini saling menjaga, saling mendukung, dan saling mencintai. Kalian telah mengajarkan kepada sya bahwa kehidupan ini indah, bahwa kebaikan selalu hadir di tengah kegelapan. Ramadhan bukanlah halangan untuk berubah, untuk kembali menjadi yang terbaik. Terima kasih, karena kalian telah mengajarkan arti sejati dari kebersamaan dan keberkahan."
Dari malam itu, desa kecil itu semakin bersinar. Ali, dengan kesabaran dan kekuatan yang tak pernah pudar, terus merawat ayahnya. Siti, dengan senyum yang semakin berseri, ikut terlibat dalam kegiatan sosial di desa. Mereka berdua, meski memiliki luka dan cerita masa lalu yang berbeda, menemukan kedamaian dalam pelukan Ramadhan yang penuh berkah.
Dan begitulah, di balik setiap tantangan, di
balik setiap kesedihan, Ramadhan tetap menjadi saksi dari keajaiban yang tak
terduga. Sebuah cerita tentang bagaimana cahaya Ramadhan mampu mengubah
kegelapan menjadi warna-warni kehidupan yang tak terlupakan....
Komentar
Posting Komentar