RUMPI 1 - Alhafan
Kebaikan dan Berkah Ramadhan di Toko
Kue Siti
Dalam cahaya senja yang memudar, sebuah masjid tua di pinggiran kota menjadi saksi bisikan angin yang membawa kabar kedatangan Ramadhan. Di kota kecil yang tenang ini, Ramadhan bukan sekadar bulan, melainkan wujud nyata dari waktu yang menjalin komunitas dengan pita kehangatan dan spiritualitas.
Siti, seorang penjual kue tradisional, menyambut Ramadhan dengan hati yang berdebar. Toko kecilnya menjadi sumber kebahagiaan bagi mereka yang mencari kehangatan melalui secangkir teh dan kue-kue manisnya. Tetapi Ramadhan ini, Siti ingin memberikan lebih dari sekadar makanan. Dia ingin menjadikan Ramadhan ini yang paling berkesan bagi setiap pelanggan yang datang ke tokonya.
Seiring datangnya bulan suci, Siti mulai dengan transformasi dan melakukan inovasi. Dia menghias tokonya dengan lampu-lampu kecil dan ornamen yang menampilkan ayat-ayat suci. Tidak hanya itu, setiap hari selama Ramadhan, dia menyediakan takjil gratis untuk berbuka bagi siapa saja yang lewat di depan tokonya, baik mereka pelanggan atau bukan.
Di tengah-tengah kesederhanaan Ramadhan yang asyik, ada juga Tuan Ahmad, seorang pria paruh baya yang misterius, yang selalu berbuka sendirian di pojok masjid. Dia adalah seorang yang jarang berbicara, tetapi tatapan matanya yang dalam selalu tampak seolah menyimpan ribuan kisah.
Ketika Siti mendekati Tuan Ahmad dengan sekotak takjil, dia melihat secercah kejutan di wajahnya, yang segera digantikan oleh senyum hangat. Dari pertemuan sederhana itu, sebuah silaturahmi baru terjalin. Siti menemukan bahwa Tuan Ahmad adalah seorang penulis yang telah lama kehilangan kata-kata. Ramadhan, bagi Tuan Ahmad, adalah saat untuk mencari inspirasi yang telah lama hilang.
Siti, yang tak pernah kehabisan kata-kata, menawarkan dirinya untuk menjadi pendengar cerita Tuan Ahmad. Setiap hari setelah tarawih, mereka duduk di bawah rembulan, berbagi kisah dan mimpi. Siti menceritakan tentang harapannya untuk membuat tokonya menjadi tempat yang lebih dari sekadar makanan, ia ingin tempatnya menjadi sumber inspirasi dan kebaikan.
Selama bulan suci itu, toko Siti menjadi lebih dari sekadar tempat untuk berbuka; ia menjadi pusat komunitas. Anak-anak dari sekolah setempat datang untuk mendengarkan cerita Tuan Ahmad, yang perlahan-lahan menemukan kembali suaranya melalui interaksi dengan mereka. Toko itu dipenuhi dengan tawa dan cerita, menjadi tempat bagi jiwa-jiwa yang haus akan kebersamaan.
Ramadhan berjalan dengan cara yang tak terduga, bukan dalam bentuk petualangan yang menegangkan, melainkan melalui kisah-kisah harian yang sederhana dan berharga. Siti dan Tuan Ahmad, bersama dengan komunitas yang telah mereka bangun, menemukan bahwa keajaiban Ramadhan terletak pada hubungan yang kita perkuat, pada kedamaian yang kita bagikan, dan pada cinta yang kita tumbuhkan bersama.
Kisah berakhir di malam Idul Fitri, dengan Siti dan Tuan Ahmad duduk di depan toko yang sekarang penuh dengan pengunjung baru dan lama. Mereka berdua memandang ke luar, ke jalan yang dipenuhi dengan lampu-lampu kecil, merenungkan bulan yang telah mengubah mereka dan toko kecil itu selamanya.
Ramadhan telah membawa keberkahan dalam bentuk
persahabatan dan inspirasi. Siti memandang ke samping pada Tuan Ahmad yang
tengah menulis di buku catatannya, tersenyum. Dan di antara resep kue dan
takjil, ia tahu telah menulis sebuah cerita Ramadhan yang akan dikenang sebuah
cerita tentang bagaimana kebaikan kecil bisa mempertemukan jiwa-jiwa dan
menciptakan keajaiban di tempat yang paling tidak diduga...
Komentar
Posting Komentar